News Amurang – Publik Sulawesi Utara kembali digemparkan oleh temuan baru dalam kasus dugaan penyimpangan dana hibah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) di Rumah Pelayanan Lansia (RPL). Dana senilai Rp9 miliar yang sempat menjadi sorotan, ternyata bukan berasal dari hibah pemerintah semata, melainkan merupakan hasil sentralisasi jemaat dari berbagai wilayah pelayanan GMIM.
Dana Hasil Iuran Jemaat
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dana miliaran rupiah tersebut dikumpulkan melalui mekanisme sentralisasi dari jemaat-jemaat GMIM di berbagai sinode. Artinya, uang tersebut sejatinya merupakan hasil gotong royong umat untuk mendukung kegiatan sosial dan pelayanan gereja, termasuk pembangunan fasilitas RPL yang diperuntukkan bagi lansia.
Sejumlah pengurus jemaat mengaku kecewa ketika mengetahui bahwa dana yang mereka kumpulkan dengan sukarela ternyata menjadi bagian dari kasus hukum. “Kami mengumpulkan dana itu untuk pelayanan kasih, bukan untuk dijadikan masalah hukum. Ini sangat menyedihkan,” ungkap salah satu penatua jemaat yang enggan disebutkan namanya.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari laporan dugaan penyalahgunaan dana hibah yang diberikan untuk pengelolaan dan pengembangan fasilitas RPL GMIM. Proyek yang seharusnya menjadi wujud pelayanan sosial gereja kepada masyarakat justru menuai kontroversi setelah ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan keuangan.
Aparat penegak hukum pun mulai melakukan penyelidikan, termasuk menelusuri aliran dana sebesar Rp9 miliar tersebut. Namun, fakta bahwa dana itu berasal dari sentralisasi jemaat membuka babak baru dalam kasus ini.

Baca juga: Four Points by Sheraton Manado Sukses Gelar Road to Give 2025, 700 Peserta Berlari untuk Amal
Pengurus GMIM Diminta Transparan
Munculnya informasi ini menimbulkan desakan agar pimpinan sinode GMIM bersikap transparan terhadap jemaat. Banyak pihak meminta adanya audit terbuka untuk memastikan bahwa seluruh dana jemaat digunakan sesuai tujuan pelayanan.
“Kalau benar uang ini dari sentralisasi jemaat, maka harus ada pertanggungjawaban moral dan administrasi. Jemaat berhak tahu ke mana uang mereka disalurkan,” ujar seorang aktivis gereja di Manado.
Beberapa kalangan juga menilai, kasus ini dapat merusak kepercayaan umat terhadap lembaga gereja jika tidak segera ditangani secara terbuka dan profesional.
Jemaat Merasa Tersakiti
Kekecewaan tidak hanya datang dari pengurus, tetapi juga dari masyarakat luas yang selama ini mendukung kegiatan pelayanan GMIM. Mereka merasa dikhianati karena niat tulus mereka untuk membantu sesama justru berujung pada polemik hukum.
“Selama ini kami percaya dan mendukung semua program pelayanan gereja. Tapi kalau dana jemaat bisa tersangkut kasus seperti ini, kepercayaan kami tentu terguncang,” kata seorang warga jemaat di Tomohon.
Penegak Hukum Didesak Bertindak Tegas
Kasus ini kini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Masyarakat berharap pihak kepolisian dan kejaksaan dapat mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan dana, sekaligus mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab di balik pengelolaan dana tersebut.
“Penegak hukum jangan hanya menyentuh permukaannya. Uang Rp9 miliar itu adalah hasil keringat dan kasih jemaat. Harus jelas siapa yang menyelewengkan,” tegas pengamat sosial keagamaan di Sulut.
Harapan untuk Pemulihan Kepercayaan
Di tengah polemik yang terjadi, banyak pihak berharap agar gereja dapat melakukan introspeksi dan pembenahan sistem keuangan internal. Transparansi dan akuntabilitas diyakini menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan umat.
“Pelayanan gereja tidak hanya soal rohani, tetapi juga soal tanggung jawab terhadap keuangan dan kepercayaan jemaat. Semoga ini jadi pelajaran berharga,” tutupnya.









